Makasar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan belum
siap menggunakan pemilu elektronik atau electronic voting (e-voting)
yang ditawarkan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), senin (10/6).
"Saya harus jujur, bahwa pilihan kami di KPU belum untuk segera
menerapkan e-voting dengan beberapa pertimbangan," kata anggota KPU
Hadar Nafis Gumay di Makassar, Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, meski penerapan e-voting belum dapat diwujudkan, namun
pihaknya tdak menutup kerja sama dengan FRI dan BPPT dalam upaya mencari
model teknologi yang dapat digunakan pada pemilu.
Menurut dia, dukungan tersebut semata-mata untuk mendukung pelaksanaan
demokrasi. Sementara mengenai alasan penggunaan alat tersebut, diakui
karena masih ada kendala geografis untuk penerapan alat tersebut. "Kerja
sama antara KPU dan BPPT dalam upaya memimpin model teknologi yang akan
digunakan, itu kami dukung. Namun sejumlah pertimbangan, kami belum
melakukan persiapan kearah sini," katanya.
Alasannya, pada pengalaman di sejumlah negara yang telah menerapkan
e-voting sebagai bahan perbandingan, tak semuanya yang telah menerapkan
e-voting itu berjalan sukses. Sebagai contoh, Belanda yang telah
menerapkan e-voting selama 20 tahun, kemudian memutuskan untuk tidak
lagi melanjutkan, karena sampai pada poin tak percaya lagi pada model
itu.
Begitu pula di Jerman, karena persoalan konstitusi, diyakini bahwa
proses pemungutan suara itu harus terbuka dan dipahami masyarakat awam,
sehingga kemudian Mahkamah Konstutisi memutuskan untuk tidak menggunakan
e-voting lagi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPPT Marzan A Iskandar, mengatakan,
penerapan e-voting sudah dapat diterapkan jika KTP elektronik sudah
rampung, karena KTP elektronik memiliki opsi validasi data. "Secara
ekonomis dapat menunjang "less paper" atau pengurangan penggunaan
kertas, selain itu akurasi datanya lebih terjamin. Sedang teknisnya,
dapat menggunakan baterei di lokasi yang tidak memiliki fasilitas
listrik," katanya.
Hemat Anggaran
Ketua FRI Prof Laode M Kamaludin, mengatakan, e-voting dapat menjadi
alternatif alat pemilu baik pada pilpres maupun pilkada bupati/wali
kota. "Dengan alat ini, maka dapat menghemat anggaran pemilu, lumayan
jika dapat mencapai 50 persen," katanya.
Menurut dia, pentingnya penggunaan alat tersebut, selain karena
pertimbangan ekonomis, juga akurasi datanya jauh lebih terjamin dan
dapat diakses oleh semua masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, FRI yang didukung lembaga yang kompeten
BPPT dan KPU pusat. "Upaya menghemat anggaran itu harus dipikirkan
sekarang, sehingga anggaran berdemokrasi itu sebagian dapat dialihkan
untuk pembangunan," katanya.
Hal senada dikemukakan Rektor Universitas Hasanuddin Makassar Prof
Idrus Paturusi. Menurut dia, dana Pilpres dan pemilihan legislator yang
mencapai puluhan triliun rupiah dapat dihemat sekitar 50 persen apabila
menggunakan e-voting. "Alokasi anggaran puluhan triliun itu dapat
digunakan untuk membangun rumah sakit atau menyejahterakan masyarakat,
daripada menghabiskan anggaran Pemilu yang masih menggunakan model
lama," katanya.
Pada pertemuan FRI, juga dibahas tentang perlunya mendorong masyarakat
untuk menggunakan hak pilihnya agar mengambil bagian dalam berdemokrasi.
(Tri Handayani/Ant/Darwis Kusi) sumber: Suara Karya
No comments:
Post a Comment