Ads by SITTI

Monday, July 7, 2014

Urgensi Pemilu Dengan e-Counting (Sebelum e-Voting)

Oyang Orlando Petruz, salah seorang Caleg DPRD Provinsi Maluku yang saat ini memimpin suara terbanyak dari caleg di partainya untuk Dapil Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) merasa sangat was-was dan ketakutan terhadapkecurangan dan sulap menyulap suara, iapun berharap pihak keamanan turut mengawal proses perhitungan suara.

Sementara itu Ridel Lanes, salah seorang caleg di Kota Manado sempat kecewa dan geram ketika suaranya di TPS 7 Kelurahan Tikala, sempat hilang, dan setelah dilakukan komplain baru suaranya balik lagi sesuai data yang ada pada para saksi.  
Di Kabupaten Jembrana, Panwaslu menerima laporan dari sebuah Partai Politik terkait adanya perbedaan hasil suara pada form C1 dan D1 di salah satu dapil di Jembrana dan menuntut dilakukannya pleno ulang.
Kejadian-kejadian terkait kekisruhan proses perhitungan suara memang marak terjadi di daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Penghitungan suara merupakan fase yang paling kritis dalam tahapan pemilu. Berbagai macam modus kecurangan dan manipulasi bisa terjadi pasca penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kecurangan dalam penghitungan suara di Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 terus menjadi sorotan. Modus yang paling banyak ditemui saat ini adalah penggelembungan suara dengan merubah form C1, sebagai basis data dasar yang dipakai untuk bukti berita acara perhitungan suara di level saksi partai hingga penyelenggara pemilu.
Pemilu yang bersih dan berkualitas, memang suatu keharusan untuk menghasilkan proses politik yang benar-benar jujur, adil dan demokratis.  Teknologi informasi saat ini diyakini dapat melakukan proses pemungutan dan perhitungan suara dengan efektif, efisien dan auditable. Melihat carut marut proses perhitungan suara Pileg 2014 ini, apakah pemilu yang akan datang sudah saatnya menggunaan teknologi informasi? .
Penggunaan teknologi informasi dalam pemilu sudah mendapatkan lampu hijau sejak keluarnya Amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) no 147/PUU-VII/2009 yang menyatakan : “pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 adalah konstitusional bersyarat terhadap pasal 28 c ayat (1) dan (2) UUD 1945, sehingga kata “mencoblos” diartikan pula dengan e-voting dengan syarat kumulatif”.  Selain itu, penggunaan teknologi informasi dalam pemilu juga diperkuat dengan adanya UU no 11/2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana pada Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pemahaman tentang e-voting lebih mengacu pada proses pemanfaatan perangkat elektronik untuk lebih mendukung kelancaran proses dan juga model otomatisasi yang memungkinkan campur tangan minimal dari individu dalam semua prosesnya (Smith dan Clark, 2005).
Syarat kumulatif yang dimaksud dalam amar putusan MK adalah Syarat pertama, tidak melanggar azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Syarat kedua, daerah yang menerapkan e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah tersebut, serta persyaratan lain yang diperlukan.
Melihat kedua syarat kumulatif tersebut, masih butuh waktu untuk dapat menerapkan e-voting dalam pemilu maupun pemilukada di Indonesia, namun keinginan untuk menghasilkan pemilu yang kredibel masih bisa dicapai dengan dukungan teknologi informasi pada proses perhitungan suaranya.
Jika melihat proses pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS), maka ada dua proses utama yang terjadi, yaitu Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara. Fase krusial terjadi pada proses perhitungan suara karena banyaknya campur tangan manusia, mulai level TPS, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pusat. Pemanfaatan perangkat elektronik dapat diterapkan pada proses perhitungan suara dengan model otomatisasi (e-Counting).
Adakah negara yang sudah menerapkan e-Counting? Ada! Pada bulan Mei 2010 yang lalu, Filipina, negara tetangga kita, untuk pertama kalinya menggelar Pemilu yang perhitungan suaranya terkomputerisasi. Filipina punya sejarah kelam terkait manipulasi suara pemilu sehingga e-Counting merupakan solusi yang diharapkan mampu menekan kecurangan perhitungan suara pemilu tersebut.
Pemilu di Filipina tidak lagi mencoblos kertas suara, melainkan mengisi salah satu dari sejumlah kolom nama kandidat presiden dan anggota parlemen, yang sudah tercetak di sebuah kertas khusus, mirip seperti siswa yang mengerjakan soal-soal Ujian Nasional (UN). Setelah diisi menggunakan alat tulis, kertas itu akan dipindai (scan) oleh suatu perangkat komputer bernama Precinct Count Optical Scan (PCOS), yang langsung mendata pilihan dan mengirimnya ke pusat data.
Proses perhitungan suara dengan komputerisasi ini, selain meminimalkan campur tangan manusia sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan hitung, juga menekan terjadinya manipulasi perolehan suara oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, dan yang tak kalah pentingnya adalah hasil pemilu bisa diketahui dengan lebih cepat. 
Penerapan e-Counting memang akan merubah cara masyarakat dalam memilih calon, dimana sebelumnya dengan cara mencoblos akan berubah menjadi menulis atau memberi buletan pada kolom calon yang dipilih.
Sebelumnya, kita sudah pernah punya pengalaman memilih dengan cara mencontreng dan mencoblos, tentunya memilih dengan menulis buletan bukanlah sebuah kesulitan. Esensi penandaan dalam pemilu pada prinsipnya adalah untuk mengoptimalkan kerja manusia dalam hal ini petugas pemilihan, maupun mempermudah proses penghitungan hasil perolehan suara.
Pencoblosan, pencontrengan, penulisan atau mencolek layar sentuh memiliki prinsip yang sama, yaitu mempermudah perhitungan suara, sehingga penggunaan E-counting mestinya merupakan sebuah tahap transformasi metode pemilihan modern yang mengedepankan teknologi informasi namun tidak melanggar azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pelaksanaan e-Counting tentu perlu disiapkan sejak awal, mulai dari kesiapan sumber daya manusia, perangkat teknologi informasi dan yang tak kalah urgennya adalah peraturan perundang-undangan yang memayunginya. Mari kita tanyakan kepada para calon legislatif yang lolos ke Senayan, apakah mereka masih ingin cemas menunggu hasil perhitungan suara dan apakah mereka masih ingin melihat suara rakyat dipermainkan?

Penulis: I Putu Agus Swastika, M.Kom
Dosen STMIK Primakara Denpasar (@guslongbanget)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...